Monday, October 18, 2010

20 Cara Hindari Kesalahan Medis – Bagian 1

Semakin sering kita mendengar, betapa pihak pasien dirugikan oleh pihak layanan medis. Kesalahan medis terjadi bila sesuatu yang sudah direncanakan sebagai bagian dari terapi pasien, tidak seluruhnya membuahkan hasil. Atau rencana terapi dokter sudah salah sejak awalnya, sehingga merugikan pihak pasien.

Kesalahan medis dapat terjadi di bagian mana saja dari unit layanan medis, seperti rumah sakit, klinik, puskesmas, praktik dokter, rumah bersalin, atau di apotek, yang bisa menyangkut urusan obat, tindakan bedah, diagnosis, alat periksa, dan laboratorium.
Kami akan membagi dua artikel ini, hari ini kami membahas 10 cara praktis pertama agar kesalahan medis tidak terjadi. Dan bagian kedua bisa dilihat besok.



1. Merasa perlu terlibat atau dilibatkan pihak layanan medis untuk setiap keputusan yang akan diambil dalam upaya penyembuhan penyakit. Pasien punya hak untuk bertanya apa saja yang bersangkut-paut dengan kondisi kesehatan, dan setiap apa yang dokter pikirkan untuk melakukan suatu tindakan, pengobatan, atau apa pun lainnya.

Selama dokter dalam proses menuju pengambilan keputusan, jangan sungkan untuk ikut terlibat atau minta dilibatkan, betapa sederhana pun keputusan yang dokter, atau perawat, bidan, akan ambil. Tanyakan pula apa bahaya atau yang mungkin akan terjadi andai tidak diberi obat atau tidak dilakukan tindakan.

Keputusan dokter seberapa penting, dan seberapa risiko bahaya, serta efek samping yang diperkirakan bakal muncul. Adakah pilihan lain, dan seberapa daruratkah kalau masih ada waktu untuk menunggu.

2. Pastikan kembali bahwa dokter yang merawat mengetahui apa saja yang sudah pasien peroleh, baik dalam hal tindakan maupun obat-obatan sebelumnya. Kalau perlu, ulang kembali apa saja yang sudah diperiksa dan hasilnya, obatnya berapa macam, serta diet apa yang sudah ditempuh. Apakah ada obat lain, seperti jamu, obat alternatif (tidak boleh diam-diam kalau mengonsumsi obat Cina, misalnya).

Bisa terjadi, ibu hamil minum obat Cina atau arak penguat sebelum persalinan, yang bisa berisiko buruk jika dikonsumsi ibu dengan riwayat pernah sectio atau pernah robek rahim. Sebaiknya beri tahu dokter sebelum mengonsumsinya.

Jika berobat jalan, untuk pasien penyakit menahun, ada baiknya bawalah semua obat yang selama ini diminum agar dokter melihat sendiri, siapa tahu dokter sudah lupa atau luput harus memberi obat lain. Dengan demikian, dokter bisa membuat resume paling mutakhir rekaman medik obat dan pemeriksaan (tes) apa saja yang sudah pasien peroleh dan lakukan, sehingga tidak tumpang tindih, atau pasien luput mendapat obat atau pemeriksaan yang lengkap.

3. Pastikan pula dokter tahu persis apakah pasien mengidap alergi atau tak tahan terhadap obat-obatan tertentu. Tak jarang, apalagi di kita yang tidak memiliki "paspor kesehatan" dan belum memiliki dokter keluarga, biasa berpindah-pindah dokter, sehingga dokter belum tentu mengetahui seluruh kondisi pasiennya.

Pihak pasien-lah yang perlu lebih cerewet menjelaskan status tubuh maupun kelemahan serta kerentanan tubuhnya sendiri. Punya sakit mag, tidak kuat obat sesak, tak cocok minum obat anu, dan seterusnya. Kasus alergi hebat yang bisa mengancam nyawa bisa terjadi pada mereka yang berbakat alergi (kasus Steven Johnson syndroma), kulit sekujur tubuh tumbuh gelembung-gelembung beberapa saat setelah mengonsumsi sejenis obat yang ia tak tahan menerimanya. Jika pernah alergi, pasien harus memberi tahu secara aktif kepada dokter yang memeriksanya.

4. Jangan sungkan bertanya apa nama obat yang diresepkan, supaya jika pihak apotik juga kesulitan membaca resep, pasien bisa membantu. Tak sedikit korban kesalahan membaca resep, apalagi jika pihak apotik tidak minta konfirmasi kepada dokter, saking cakar ayamnya tulisan dokter di resep. Fatal jika orang dengan tensi normal mendapat obat darah tinggi, atau penderita kencing manis mendapat obat gula.

5. Jangan pula sungkan berdiskusi dengan dokter, kendati dalam praktiknya tak mudah. Paling tidak, bertanya tentang obat yang diresepkan. Pasien berhak tahu, untuk apa obat yang diberikan, kenapa harus obat itu, berapa lama harus dikonsumsi, serta apa efek sampingnya. Apa pula yang harus dilakukan sekiranya efek samping muncul? Apakah boleh dicampur dengan obat atau diet lain. Makanan, minuman, dan kegiatan apa yang tak dibolehkan sehabis mengonsumsi obat?

6. Tanyakah pula kepada petugas apotik, apakah obat yang diberikan sesuai dengan resep dokter. Sekiranya ada obat yang diganti, sudahkah pihak dokter diberi tahu. Sebagian besar kesalahan ihwal obat terjadi di apotik. Kelalaian petugas apotik, kurang dihormatinya sikap patuh pada resep, dan tidak cermat menjelaskan pemakaian obat merupakan hal-hal yang perlu pasien cereweti.

7. Bila kurang mengerti membaca label pada kemasan obat, jangan ragu untuk bertanya. Tidak sedikit pasien yang kurang memahami instruksi yang tertulis pada label obat, seperti 3 X 2 tablet/sehari, atau 4 X 3 tetes telinga kanan/sehari, atau 2 X 2 kapsul/sehari. Kesalahan membaca instruksi akan berarti tidak tepatnya obat digunakan. Selain mengurangi efek kesembuhan, bukan tak mungkin kelebihan dosis.

8. Demikian pula dalam hal membaca takaran obat, khususnya obat dalam bentuk cairan. Yang sering terjadi, takaran sendok makan, sendok teh, dan berapa kali diminum sehari. Ukuran sendok rumah tangga tidak sama dengan ukuran sendok obat. Maka, lebih baik gunakan sendok obat (jika ada) daripada sendok dapur. Sendok makan obat berarti 15 ml dan sendok teh berarti 10 ml.

9. Dalam hal peringatan efek samping obat, sebaiknya pasien mencatat, efek samping apa saja yang mungkin muncul. Tidak semua orang sama respons tubuhnya terhadap obat yang sama. Ada yang lebih peka, ada yang tidak mengganggu, sehingga pengalaman orang lain belum tentu layak didengar.

Yang punya sakit mag sebaiknya waspada jika diberi obat encok atau obat pereda nyeri. Tak salah untuk selalu memberi tahu kondisi lambung setiap berobat ke dokter yang belum mengenal kita. Tak jarang, mendadak mag kambuh sehabis minum obat dari dokter, karena kita tidak cerewet memberi tahu, sementara dokternya sendiri tidak berusaha untuk tahu.

10. Dalam hal memilih rumah sakit untuk melakukan tindakan medis apa pun, pikirkan untuk memilih rumah sakit yang sudah berpengalaman dalam tindakan yang harus kita tempuh. Misal untuk tindakan bedah tulang, carilah rumah sakit yang sudah sering melakukan tindakan tersebut. Demikian pula untuk tindakan-tindakan yang lebih khusus, lebih spesial, dengan risiko kegagalan yang tinggi. Tak ada salahnya selalu meminta pendapat kedua kepada dokter ahli lain.

bersambung ke 20 Cara Hindari Kesalahan Medis - Bagian 2

0 comments:

Post a Comment